Sebelumkedatangan agama Islam, Madinah bernama Yatsrib. Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di propinsi Hijaz. Sebagian besar kehidupan masyarakat kota ini hidup dari bercocok tanam, selain berdagang dan beternak. Hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besar dari mereka adalah para pendatang yang bermigrasi dari wilayah utara MasyarakatYatsrib terkenal masyarakat yang baik, ramah dan bersaha- bat, hidup yang rukun, damai dan penuh rasa kasih sayang. 2. Mata pencarian masyarakat Yatsrib sebagian besar adalah bercocok ta- nam dan berternak. 3. Di Yatsrib terdapat tiga suku besar dari agama Yahudi, diataranya; suku Bani Qainuqa', Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. 4. Masyarakatmadinah sebagian besar adalah para pendatang dari? - 12230380. KimVi7838 KimVi7838 15.09.2017 Sekolah Menengah Pertama terjawab Masyarakat madinah sebagian besar adalah para pendatang dari? 1 Lihat jawaban Iklan Iklan bayuelang03 bayuelang03 Mekah, maaf kalau salah!!!!! kan km dah bilang maaf kalau salah Alyaclarice terimakasih Rasulullahsaw. akhirnya tiba di Yatsrib (Madinah) pada hari Jum'at tanggal 12 Rabiul Awwal di tahun yang sama. Beliau disambut penduduk Madinah dengan meriah. Al-Barra bin 'Azib seorang sahabat dari kaum Anshor mengatakan, "Orang pertama dari para sahabat yang datang ke Yatsrib ialah Mus'ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Kedua orang Langkahpertama Nabi SAW., begitu tiba di Madinah adalah membangun Untukmengetahui tentang kondisi masyarakat Madinah sebelum Islam datang, pembahasannya terbagi kedalam 4 (empat) aspek, antara lain : 1) Kondisi kepercayaan masyarakat Madinah, 2) Kondisi sosial masyarakat Madinah, 3) Kondisi ekonomi masyarakat Madinah, dan 4) Kondisi politik masyarakat Madinah. . - Ketika Nabi Muhammad SAW., tiba di kota Madinah, dalam proses berhijrah meninggalkan Mekkah akibat perlakuan buruk penduduknya, beliau menemukan masyarakat yang plural di Madinah. Ketika itu, di Madinah terdapat suku-suku yang sebelumnya terlibat dalam peperangan antar mereka selama bertahun-tahun, terutama suku Aus dan Khazraj. Ada juga sekian banyak orang Yahudi dari berbagai suku dengan kekuatan ekonomi serta persenjataan, bahkan benteng-benteng yang kokoh, untuk melindungi diri. Ada juga masyarakat muslim, walau belum banyak. Sebelum Nabi SAW., tiba di Madinah, mereka sudah aktif berdakwah sehingga jumlah muslim dari hari ke hari bertambah. Keanekaragaman itu tercermin pula dalam keanekaragaman agama dan kepercayaan mereka. Dalam situasi seperti itu, Nabi SAW., hadir. Memang jauh sebelum kehadiran beliau, berita tentang akan hadirnya seorang nabi telah dipopulerkan orang-orang Yahudi sambil menekankan bahwa jika Sang Nabi datang, pasti mereka akan memperoleh kemenangan menghadapi lawan-lawan mereka. Itu karena mereka menduga bahwa Sang Nabi yang dijanjikan dalam Kitab Perjanjian Lama adalah seorang Yahudi, sebagaimana lazimnya nabi-nabi yang mereka kenal sebelumnya. Langkah pertama Nabi SAW., begitu tiba di Madinah adalah membangun masjid sebagai markas kegiatan dan tempat ibadah. Dari sana lahir langkah-langkah berikutnya yaitu mempersatukan umat Islam penduduk Madinah/al-Anshar dengan para pendatang dari Mekkah, yakni al-Muhajirin. Setiap Muhajir hidup dalam keterbatasan akibat terpaksa meninggalkan keluarga dan harta benda di Mekkah. Karena itu Nabi SAW., “mempersaudarakan” setiap muhajir dengan seorang anshar yang siap mendukung saudaranya yang datang dari Mekkah. Langkah selanjutnya adalah menjalin hubungan persaudaraan antara seluruh penduduk Madinah dengan mengikat mereka semua dalam satu piagam yang kemudian dikenal dengan nama “Piagam Madinah”. Dalam piagam itu, semua anggota kelompok diakui eksistensinya dan dilindungi hak-haknya. Semua memperoleh hak melaksanakan agama dan kepercayaannya tanpa boleh diganggu gugat oleh siapapun. Lalu semua juga sepakat tampil membela kota Madinah jika datang serangan dari luar. Nabi Muhammad SAW disepakati menjadi pemimpin mereka. Dalam kesepakatan itu, lahirlah aneka aktivitas yang menyejahterakan masyarakat. Nabi antara lain melakukan sensus penduduk Muslim, membangun pasar serta menggali sekian banyak sumur yang kesemuanya merupakan kebutuhan masyarakat. Selama periode Madinah ini, keadilan diterapkan secara utuh tanpa kecuali oleh Nabi, termasuk terhadap Muslim yang melanggar. QS. An-Nisa ayat 105 menguraikan betapa seorang Yahudi yang dituduh mencuri oleh seorang Muslim yang justru si Muslim munafik itulah pencurinya. Ayat tersebut turun untuk mengingatkan Nabi agar tidak terpengaruh dengan “keislaman” sang pencuri sehingga memenangkannya atas sang Yahudi itu. Demikian keadilan dimemenangkannya atas sang Yahudi itu. Demikian keadilan ditegakkan di tengah masyarakat plural yang dipimpin oleh Nabi. Dalam periode Madinah ini juga, turun ayat-ayat yang mengajak umat Islam bekerja sama dengan siapapun selama kerja tersebut dalam kebaikan. Firman Allah Tolong-menolonglah dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan QS. Al-Maidah ayat 2. Tuntunan Allah ini turun dalam konteks uraian tentang sikap buruk kaum musyrik yang menghalangi Nabi dan kaum Muslim berkunjung ke Masjid al-Haram untuk beribadah. Dalam periode Madinah ini juga, firman Allah yang menegaskan bahwa izin Allah untuk melakukan pembelaan kebenaran atas para penindas bertujuan untuk memelihara tempat-tempat ibadah. Qs. Al-Hajj ayat 40 menegaskan bahwa "Sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian manusia yang lain tentulah telah dirobohkan oleh para penindas biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog, dan masjid masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Tetapi Allah tidak menghendaki roboh-robohnya tempat-tempat peribadatan itu. Sambil bersumpah, Allah melanjutkan firman-Nya bahwa Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama dan nilai-nilaiNya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. Dalam masyarakat plural yang dipimpin oleh Nabi itu juga lahir apa yang dikenal dengan janji Nabi kepada orang-orang Kristen yang bermukim di Najran. Peristiwa ini bermula dari surat yang dikirim Nabi kepada Uskup Najran, Abu Haritsah, yang mengajaknya bersama penduduk Najran untuk memeluk Islam. Sang Uskup mengutus 60 tokoh pemuka agama Nasrani untuk bertemu dengan Nabi dan berdiskusi menyangkut ajaran Islam dan Kristen. Mereka disambut hangat dan penuh hormat oleh Nabi, bahkan sekian banyak riwayat menyebutkan bahwa Nabi mengizinkan mereka melaksanakan ibadah mereka di Masjid Nabawi. Perlu dicatat bahwa izin Nabi SAW., untuk rombongan Najran melaksanakan ibadah mereka di Masjid Nabawi dinilai oleh sementara ulama sebagai peristiwa khusus yang tidak wajar lagi diulangi. Lebih-lebih dewasa ini, mengingat bahwa hal tersebut dapat memicu kesalahpahaman. Demikian juga sebaliknya, kendati ulama membolehkan salat di gereja selama bersih. Namun dengan alasan yang sama, maka hal tersebut sebaiknya tidak diskusi panjang yang tidak menemukan titik temu, tidak ada usul dari umat muslim untuk berdoa kepada Tuhan guna menjatuhkan sanksi terhadap yang salah karena keengganan delegasi Najran masuk Islam, maka delegasi itu kembali ke kampung halaman mereka sambil membawa janji Nabi buat semua umat Nasrani di mana pun dan kapan pun yang, intinya, berisi janji dari Nabi untuk melindungi mereka Lihat teks janji Nabi tersebut DI SINI. Anda jangan berkata bahwa ini terjadi pada awa masa Islam! Jangan! Peristiwa ini terjadi pada tanggal 24 bulan Dzu al-Hijrah tahun ke-10 Hijrah, yakni sekitar tiga bulan sebelum Nabi Muhammad SAW wafat red artinya Islam sudah dalam posisi yang kokoh saat itu. Nabi wafat menurut pendapat yang popular pada 12 rabi’ul al-awwal tahun ke-11 H. Demikian wa Allah A’lam.======* Naskah diambil dari buku "Kumpulan 101 Kultum Tentang Islam" yang diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati. Pembaca bisa mendapatkan karya-karya Prof. Quraish Shihab melalui website penerbit. - Pendidikan Reporter M. Quraish ShihabPenulis M. Quraish ShihabEditor Zen RS Setelah Rasulullah saw tidak dapat membentuk basis Islam yang tangguh di Mekkah, beliau mengalihkan perhatiannya ke Madinah dengan motivasi undangan bani Aus dan Khazraj. Melalui perjanjian al-Aqabah I dan II antara Rasulullah saw dengan delegasi penduduk Madinah sebelumnya, pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1 H/24 September 622 M, Rasul bersama Abu Bakar sampai di Madinah, yaitu suatu kota yang terletak kira-kira 270 mil sebelah utara Mekkah, dan berada pada ketinggian 2050 kaki di atas permukaan laut Majid Ali Khan, Muhammad The Final Messenger, h. 105.Di Madinahlah Rasulullah saw mulai memberikan perhatian yang cukup serius untuk menciptakan suatu organ yang dapat diterima oleh semua pihak dalam menangani segala urusan yang ada di kota itu. Menarik untuk dicatat, bahwa masyarakat Madinah adalah pluralistik sifatnya, baik dari segi ras maupun agama. Di Madinah terdapat campuran ras Yahudi, Arab pengelana, terutama yang termasuk ke dalam dua suku Aus dan Khazraj, serta kaum muslimin emigran dari Mekkah Asghar Ali, Islam dan Pembebasan, h. 19.Untuk menyatukan karakteristik masyarakat Madinah yang heterogen, Rasulullah saw membuat sebuah konstitusi berdasarkan konsensus dari berbagai kelompok dan suku. Konsensus yang disusun oleh Rasulullah saw itulah yang dikenal dengan Konstitusi Madinah atau Shahifah, yakni suatu undang-undang dasar UUD yang mengikat anggota masyarakat Madinah dengan perjanjian. Karenanya, masyarakat Madinah sering disebut “masyarakat Shahifah” Barakat Ahmad, Muhammad and The Jews, A Re-Examination, h. 39.Dengan demikian, pembentukan masyarakat politik di Madinah lebih merefleksikan nilai-nilai demokratis, sebab wewenang atau kekuasaan tidak memusat pada tangan satu orang seperti pada sistem diktatorial, melainkan kepada orang banyak melalui musyawarah dan kehidupan berkonstitusi, yaitu sumber wewenang dan kekuasaan tidak terletak pada keinginan dan keputusan pribadi, tetapi pada suatu dokumen tertulis yang prinsip-prinsipnya disepakati bersama. Dari sini tergambar bahwa di dalam konstitusi Madinah termuat prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah kenegaraan serta nilai-nilai kemanusiaan yang sebelumnya tidak pernah dikenal umat manusia Nurcholis Madjid, “Agama dan Negara dalam Islam Telaah atas Fiqh Siyasy Sunni,” dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, h. 590. Dapat ditegaskan, Konstitusi Madinah merupakan basic political principles prinsip-prinsip dasar politik dalam menghadapi kemajemukan masyarakat MadinahPembentukan masyarakat politik di bawah Konstitusi Madinah adalah ide pokok Rasulullah saw dalam mengimplementasikan tatanan sosial politik yang mengenal pendelegasian wewenang, yaitu adanya tatanan sosial dan politik yang diperintah tidak oleh kemauan pribadi, melainkan secara bersama-sama; tidak oleh prinsip-prinsip ad hoc yang dapat berubah-ubah sejalan dengan kehendak pemimpin. Namun di sini diperintah oleh prinsip-prinsip yang dilembagakan dalam dokumen konsensus dasar semua anggota masyarakat, yaitu wujud Madinah yang dikeluarkan pada awal dekade ketiga abad ke-7 M, secara eksplisit telah mengenalkan ide-ide politik yang sangat revolusioner dan etis terhadap masyarakat Madinah saat itu, sehingga mendukung inisiatif Rasulullah saw untuk membangun basis bagi berlakunya prinsip hidup berdampingan secara damai co-existence. Dikeluarkannya Konstitusi Madinah jelas memiliki tujuan strategis, yaitu mewujudkan keserasian politik dengan mengembangkan toleransi sosio-religius dan kultur seluas-luasnya. Munculnya Konstitusi Madinah dalam membentuk masyarakat politik, adalah gerakan revolusi terhadap kondisi sosial di Madinah. Dikatakan revolusioner, karena semua penduduk Madinah bersama para emigran Mekkah dikategorikan sebagai satu umat berhadapan dengan manusia lain ummatan wahidah min duni al-nas Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Piagam Madinah dan Konvergensi Sosial,” h. 18.Heterogenitas masyarakat Madinah waktu itu ras, suku, dan agama dipersatukan di bawah kepemimpinan Rasulullah saw, dan itulah yang dinamakan ummah. Secara konotatif, kata ummah sering dinisbatkan kepada komunitas muslim, tetapi sesungguhnya istilah ummah lebih bersifat umum dan berlaku bagi sebuah komunitas tanpa dibedakan dengan nama agama. Misalnya ummah diidentikkan dengan masyarakat Indonesia, padahal penduduk di negeri ini plural, khususnya dari sisi agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Ahmad mengatakan “While the orientalists differ as regards the development of the term in the Qur’an, some Muslim scholars assert that the term ummah describes the community of Muslim, but this is only partly true. It describes the de facto position. In theory the use of the term ummah during the major portion of the Apostle’s career was not restricted to Muslims alone” Para orientalis membedakan perkembangan istilah ummah dalam al-Qur’an. Sebagian sarjana Muslim menyatakan bahwa istilah ummah menggambarkan masyarakat Muslim, tetapi ini tidak seluruhnya benar. Istilah ini menggambarkan kedudukan secara de facto. Secara teoretis, penggunaan istilah ummah adalah selama karir kerasulan, dan tidak terbatas pada komunitas Muslim saja Muhammad and The Jews, A Re-Examination, h. 39.Kata ummah dalam Konstitusi Madinah dapat diinterpretasikan sebagai “negara” dengan mengacu kepada QS Ali Imran/3104 dan 158. Dalam ayat tersebut, ummah identik dengan masyarakat yang mengemban suatu fungsi tertentu, yaitu menyelenggarakan keumatan dengan menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, serta keharusan menyelenggarakan musyawarah. Dari sini tergambar bahwa istilah ummah dapat diartikan sebagai kelompok tertentu yang menjadi wakil masyarakat. Pembentukan kelompok ini akhirnya menjelma menjadi suatu pemerintahan atau negara. Masyarakat Madinah, walaupun beragam dalam segala hal namun mereka adalah umat yang satu. Kaum Yahudi menjadi satu ummah dengan kaum Muslimin di bawah Konstitusi Madinah. Oleh karena itu, Rasulullah saw menyusun suatu perjanjian untuk mendapatkan ketetapan-ketetapan yang disepakati bersama, bukan mendirikan sebuah negara teologis. Dalam hal ini semua kelompok agama dan kelompok suku diberikan otonomi penuh untuk memelihara tradisi serta kebiasaan mereka demikian, dokumen Konstitusi Madinah memberikan dua landasan. Pertama, menjamin otonomi bagi kelompok yang beragam, yakni kebebasan untuk memeluk agama dan melaksanakan adat istiadat, tradisi, serta persamaan hak bagi semua orang. Kedua, menekankan pada sisi demokrasi dan konsensus, bukan pada pemaksaan kehendak. Ini menjadi bukti bahwa dalam politik dan pemerintahan, Rasulullah saw tidak menggunakan otoritas catatan sejarah dapat diketahui, Rasulullah saw dalam melakukan perjalanan hijrah ke Madinah telah merealisasikan dua aktivitas penting, yaitu mendirikan masjid di Quba dan city state di Madinah Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 119. Dua peristiwa tersebut membuktikan bahwa Rasulullah saw sejak semula telah melaksanakan dua doktrin pokok dalam Islam, yaitu hubungan vertikal dengan Allah hablun min Allah dan hubungan khorizontal dengan sesama manusia hablun min al-nas.Secara sosiologis, kondisi masyarakat Madinah memang sangat memerlukan seorang pemimpin yang dapat membebaskan cengkraman dendam permusuhan yang berkepanjangan. Terpilihnya Rasulullah saw sebagai pemimpin di Madinah merupakan prestasi dalam karir politik, sebab tidak ada pertimbangan mengangkat seorang pemimpin berdasarkan rasa kasihan. Keluhuran budi pekerti dan kecakapan politik Rasulullah saw itulah yang menawan hati orang-orang Madinah Fazlur Rahman, Islam, h. 13.Umat Islam memulai hidup bernegara setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah. Di sanalah untuk pertama kali lahir satu komunitas Islam yang merdeka di bawah pimpinan Rasulullah saw. Di Madinah terdapat pula komunitas-komunitas lain, yaitu kaum Yahudi dan sisa suku-suku Arab yang belum mau menerima Islam, serta masih tetap memuja berhala Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara, h. 10. Ini berarti, umat Islam di Madinah merupakan bagian dari suatu masyarakat menjalani kehidupan sosial yang majemuk itu, umat Islam di Madinah terikat dengan perjanjian yang tertuang di dalam Konstitusi Madinah. Mereka senantiasa taat dan komitmen terhadap undang-undang dasar yang telah disepakati agar hidup berdampingan, damai dan toleran. Pasal 25 Konstitusi Madinah menyebutkan “bagi orang Yahudi, agama mereka, dan bagi kaum Muslimin, agama mereka pula.” Rumusan ini adalah pengakuan atas keberadaan agama lain, yakni bebas menganut agama dan kepercayaan masing-masing. Sejalan dengan penegasan al-Qur’an “Tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam… “ QS al-Baqarah/2256.Konstitusi Madinah telah memberikan landasan yang menjamin otonomi bagi kelompok yang beragama, yaitu kebebasan untuk memeluk dan melaksanakan suatu agama, serta persamaan hak bagi semua orang. Seluruh masyarakat Madinah memiliki status hukum yang sama, baik kelompok mayoritas maupun minoritas. Keberadaan kaum Yahudi sebagai kelompok minoritas di Madinah, tidak hanya diakui, tetapi juga memiliki kedudukan hukum yang sama seperti kelompok lainnya yang beragama Islam. Rasulullah saw sebagai kepala negara belum pernah melakukan diskriminasi terhadap kelompok minoritas seperti Yahudi di Madinah. Dalam Konstitusi Madinah ditegaskan bahwa kelompok minoritas Yahudi adalah bagian dari negara Madinah. Karenanya, mereka adalah penduduk sipil yang wajib dilindungi oleh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial di Madinah sebelum hijrah Rasulullah saw tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat di Mekkah, yakni barbar dan tidak teratur. Pelanggaran hukum merupakan kebiasaan sehari-hari, dan kabilah-kabilah yang tinggal di Madinah selalu berperang antara satu dengan lainnya. Tidak ada peraturan dan hukum yang mampu menengahi kemelut itu. Masyarakat Madinah sangat mendambakan seorang figur pemimpin yang mampu mengatasi permasalahan dan konflik di sana. Kehadiran Rasulullah saw menjadi harapan besar masyarakat Madinah dapat membawa perubahan konstruktif, membebaskan dendam permusuhan yang telah lama mencekam, dan melahirkan civil society, yaitu masyarakat yang modern, demokratis, dan berperadaban. Sejarah mencatat, Rasulullah saw mampu melakukan pembinaan sistem sosial yang teratur bagi masyarakat Madinah, sehingga mereka mengerti cara hidup, bermasyarakat, dan bernegara. Output dari penataan sistem sosial di Madinah adalah terbentuknya masyarakat baru dan sebuah negara hukum. Karena itu, sangat beralasan jika Madinah bernama “al-Madinah al-Munawwarah”, kota yang penuh cahaya. Penduduk Yatsrib, nama lama kota Madinah, sebelum hijrahnya Rasulullah selalu berada dalam perselisihan. Menurut beberapa sumber, penduduk kota ini adalah para pendatang dari Yaman, semenanjung Arab bagian Selatan. Mereka adalah suku Aus dan suku Khazraj yang termasuk kedalam bani Qailah, salah satu kaum negri Saba’. Mereka berbondong-bondong berpindah dan menetap di Yatsrib sejak ambruknya bendungan raksasa Ma’arib yang selama ratusan tahun menjadi tumpuan dan sumber kehidupan masyarakat negri tersebut. Di kemudian hari, Allah swt menceritakan peristiwa nahas tersebut dalam ayat berikut, tujuannya tak lain agar orang-orang yang datang kemudian dapat mengambil hikmahnya “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr”. Dalam pengembaraanya itu, kedua suku tersebut menemukan kota Yatsrib dan segera mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Mereka hidup dengan mengandalkan kemampuan lama mereka yaitu bertani. Hal ini menyebabkan kaum Yahudi yang sudah lebih dulu menetap di Yatsrib merasa tidak senang. Dengan sekuat tenaga mereka terus berusaha mengadu domba kedua suku yang ketika itu masih menyembah berhala ini. Mereka berhasil. Hampir setiap waktu suku Aus dan Khazraj terus bertikai dan berperang. Keduanya baru bersatu dan berdamai setelah Islam datang. Ajaran ini dalam sekejap membuat mereka merasa bersaudara. Dan karena mereka menjadikan Al-Quran sebagai pegangan maka otomatis merekapun menjadikan Rasulullah sebagai panutan, sebagai pemimpin mereka dalam segala hal. “Katakanlah “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya kitab-kitab-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“. “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. 2452. Selanjutnya mereka mendapat sebutan penghormatan sebagai kaum Anshor. Ini disebabkan jasa mereka yang telah dengan suka rela mau membantu dan menampung kaum Muhajirin yang diusir dari kota kelahiran mereka, Mekkah. “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman Anshar sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka orang Muhajirin; dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Sejak itu nama kota Yatsribpun berubah menjadi Madinah Al-Munawarah. Di kota inilah Rasulullah mulai menata kehidupan masyarakat Madinah berdasarkan petunjuk Allah swt yang disampaikan melalui malaikat Jibril dan tertulis dalam kitab-Nya, Al-Quranul Karim. Hal pertama yang dilakukan Rasulullah begitu beliau menginjakkan kaki di kota Madinah adalah mendirikan masjid. Masjid ini tidak saja berfungsi sebagai tempat ibadah ritual melainkan juga sebagai pusat segala aktifitas masyarakat Islam, baik dalam bidang spiritual maupun keduniaan. Di dalam lingkungan masjid inilah masyarakat Madinah menimba berbagai ilmu pengetahuan. Mulai ilmu pengetahuan keagamaan hingga ilmu pengetahuan umum. Tempat ini selalu terbuka untuk umum, siapa saja, besar kecil, kaya miskin, lelaki atau perempuan, berhak masuk dan menerima pengajaran baik langsung dari Rasulullah maupun dari para sahabat. ” Barangsiapa mendatangi masjidku ini dan ia tidak mendatanginya melainkan untuk mempelajari suatu kebaikan dan mengajarkannya maka kedudukannya laksana pejuang fi sabilillah. Namun barangsiapa datang bukan dengan tujuan tersebut maka ia seperti orang yang melihat harta orang lain” HR Bukhari. Masjid ini didirikan di atas sebidang tanah dimana unta Rasulullah berhenti untuk pertama kalinya. Tanah tersebut milik 2 anak yatim piatu yang berada di bawah pengawasan As’ad bin Zurarah. Ketika Rasulullah tiba di tempat tersebut, tanah tersebut telah dijadikan mushola oleh As’ad. Oleh karenanya, Rasulullah kemudian memanggil kedua anak yatim tersebut untuk menanyakan harga tanah mereka. Namun keduanya menjawab serempak “ Tanah ini kami hibahkan saja, wahai Rasulullah”. Akan tetapi Rasulullah menolak tawaran tersebut dan membelinya dengan harga tertentu. Selanjutnya secara gotong royong para sahabat membangun masjid dengan ukuran 100 hasta dikali 100 hasta. Masjid yang ketika itu masih berkibat ke arah Baitul Maqdis itu dindingnya terbuat dari batu bata, tiang dan atapnya dari batang dan pelepah kurma. Masjid tersebut tetap dalam keadaan demikian hingga akhir masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ra. Di dalam masjid inilah terbangun ukhuwah dan mahabbah sesama kaum Muslimin. Selama itu pulalah 5 kali dalam sehari para sahabat bertemu dan berkumpul untuk melaksanakan shalat berjamaah. Di bawah pimpinan dan bimbingan Rasulullah saw dengan adanya komitmen terhadap sistem, aqidah dan tatanan serta disiplin Islam yang tinggi maka akhirnya lahirlah rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan yang begitu erat. Tidak ada perbedaan pangkat, kedudukan, kekayaan, status, warna kulit dan atribut sosial apapun. Keadilan dan persamaan hak benar-benar terjamin. Dan semua ini diikat karena ketaatan dan kecintaan kepada Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla Yang Esa. “Katakanlah “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”. Langkah selanjutnya secara khusus Rasulullah mempersaudarakan kaum Anshor dan kaum Muhajirin. Beliau mempersaudarakan Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’adz bin Jabal, Hamzah bin Abdul Muthalib dengan Zaid bin Haritsah, Abu Bakar ash-Shiddiq dengan Khariyab bin Zuhair, Umar bin Khattab dengan Uthbah bin Malik, Abdulrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi’dll. “ Kamu akan melihat kepada orang-orang Mukmin itu dalam hal kasih-sayang diantara mereka, dalam kecintaan dan belas kasihan diantara mereka adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh itu merasa sakit maka akan menjalarlah kesakitan itu pada anggota tubuh yang lain dengan menyebabkan tidak dapat tidur dan merasakan demam.”HR Bukhari. Pada tahap awal pembentukkan masyarakat Madinah ini ikatan persaudaraan tersebut berada di atas persaudaraan sedarah daging. Termasuk juga dalam hak waris. “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya … … “ Namun hak waris kepada kerabat ini hanya berlaku hingga terjadi Perang Badar. Setelah turun ayat 75 surat Al-Anfal, hukum waris terhadap orang-orang yang mempunyai hubungan darah kembali lebih utama dari pada hubungan kekerabatan. “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu juga. Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya daripada yang kerabat di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. Disamping itu Rasulullah juga mengatur hukum dan tata cara pergaulan dan hubungan antar sesama penduduk Madinah, baik antar Muslim, antar Yahudi maupun antara Muslim dengan Yahudi. Hal ini sangat penting karena masyarakat Arab sejak dahulu telah dikenal sebagai bangsa yang memiliki sifat kesukuan yang teramat kental. Rasulullah menyadari bahwa hal tersebut tidak boleh dibiarkan karena hal yang demikian berpotensi menjadi penghalang persatuan umat. Secara detail Rasulullah bahkan menuangkan segala peraturan dan hukum tersebut dalam sebuah perjanjian yang terkenal dengan nama ” Piagam Madinah”. Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, piagam ini belakang hari diakui sebagai piagam yang mampu membentuk sekaligus menciptakan perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat yang plural, adil, dan berkeadaban. Hal ini diakui sejumlah sejarahwan dan sosiolog Barat diantaranya adalah Robert N. Bellah, seorang sosiolog jebolan Harvard University, Amerika Serikat. Ia menilai bahwa piagam Madinah adalah sebuah konstitusi pertama dan termodern yang pernah dibuat di zamannya. Piagam inilah yang di kemudian hari menjadi pegangan dasar kekhalifahan Islam di masa lalu. Demikian juga umumnya negara-negara dimana Islam menjadi agama mayoritas penduduknya, seperti di Indonesia. Andalusia di Spanyol dan Sisilia di Italia adalah contoh bekas kerajaan Islam di benua Eropa yang hingga kini tak mungkin dipungkiri bahwa toleransi di kedua kerajaan tersebut betul-betul dijunjung tinggi. Islam, Nasrani dan Yahudi dapat berdiri berdampingan tanpa masalah berarti. “Katakanlah “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah, agamaku”. Demikianlah Rasulullah sebagai pemimpin tertinggi menjalankan pemerintahan. Ahli kitab Nasrani dan Yahudi yang memang merupakan penduduk Madinah sebelum datangnya Islam diizinkan tidak saja tinggal dengan aman di Madinah namun juga untuk menjalankan ibadah dan mengikuti aturan dan hukum agamanya masing-masing, secara benar. Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Imam Ahmad dan Muslim, disampaikan bahwa suatu ketika Rasulullah saw melewati sekelompok orang Yahudi yang sedang menghukum seseorang. Orang tersebut dihukum jemur dan dipukuli. Lalu Rasulullah memanggil mereka dan bertanya ”Apakah demikian hukuman terhadap orang yang berzina yang kalian dapat dalam kitab kalian?” Mereka menjawab ,”Ya.” Rasulullah kemudian memanggil seorang ulama mereka dan bersabda, ”Aku bersumpah atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah demikian kamu dapati hukuman kepada orang yang berzina di dalam kitabmu?” Ulama Yahudi itu menjawab, ”Tidak. Demi Allah jika engkau tidak bersumpah lebih dahulu niscaya tidak akan kuterangkan. Hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitab kami adalah dirajam dilempari batu sampai mati. Namun, karena banyak di antara pembesar-pembesar kami yang melakukan zina, maka kami biarkan, dan apabila seorang berzina kami tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian kami berkumpul dan mengubah hukum tersebut dengan menetapkan hukum yang ringan dilaksanakan, bagi yang hina maupun pembesar yaitu menjemur dan memukulinya.” Rasulullah lalu bersabda, ”Ya Allah, sesungguhnya saya yang pertama menghidupkan perintah-Mu setelah dihapuskan oleh mereka.” Selanjutnya Rasulullah menetapkan hukum rajam, dan dirajamlah Yahudi pezina itu. Dari riwayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang Yahudi non-Muslim tetap diwajibkan menjalankan hukum-hukum mereka Taurat. Mereka dilarang membuat-buat hukum sendiri, meskipun mereka menyepakatinya. Bersambung Wallahu’alam bish shawwab. Paris, 22 November 2010. Vien AM. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free KAJIAN LITERATUR “INTERAKSI MASYARAKAT LOKAL TERHADAP MASYARAKAT PENDATANG DALAM FILOSOFI HUMA BETANG DI KELURAHAN KALAMPANGAN” Oleh 1. SUPRAYITNO 2. CRIS ADITYA PRATAMA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PALANGKA RAYA PALANGKA RAYA 2020 ABSTRAK Kajian ini dibuat untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pola interaksi dan dampak serta tanggapan masyarakat lokal terkhusus di kelurahan Kalampangan, kecamatan sabaru, palangkaraya,Kalimantan Tengah terhadap masayarakat pendatang / transmigarasi, dengan mengedepankan pemahaman filosofi Huma Betang. Hasil dari Kajian ini yaitu pola interaksi dan tanggapan masyarakat setempat bisa dikatakan cukup baik dalam artian masyarakat lokal dan pendatang mampu bekerjasama untuk membangun daerah tersebut, terlebih lagi dalam sektor pertanian dan peternakan. Sebagai bentuk dampak positif yang dihasilkan yaitu Desa Kalampangan cukup dikenal sebagai desa pemasok hasil pertanian dan sayuran yang sukses/ berhasil bagi Palangkaraya. Filosofi huma betang merupakan salah satu dasar bagi orang dayak dalam menjalin hubungan sosial dimana memiliki pemahaman asas kebersamaan baik itu dengan sesama ataupun orang lain. Sebagai masyarakat yang beragam sulit pula dikatakan akan minim konflik, namun hal ini bisa diminimalisir dengan adanya interaksi dan komunikasi sosial yang baik baik itu antara masyarakat lokal ataupun masyarakat pendatang. Namun masyarakat pendatang dan masyarakat lokal dapat berkolaborasi untuk membangun daerah setempat, Keberagaman adalah salah satu bagian besar bagi indonesia dimana masyarakat indonesia yang terkenal akan multikulturalnya baik itu agama, suku, budaya dan ras, saran dari penulis yaitu perkuat pemahaman akan jiwa nasionalisme sehingga akan sangat membantu dalam memahami dan menghargai antar sesama ataupun orang lain dan tidak memunculkan perpecahan ataupun pertikaian. Jika suatu saat terjadi suatu konflik ataupun sebagainya hendaknya dirundingkan secara kekeluargaan terlebih dahulu. Kata kunci Interaksi, Dampak, dan Tanggapan serta Saran ii DAFTAR ISI ABSTRAK............................................................................................................. i DAFTAR ISI........................... .............................................................................. ii KATA PENGANTAR............................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2 C. Tujuan............................................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN A. Landasan Teori.............................................................................................. 3 B. Uraian Materi................................................................................................. 5 Toleransi keberagaman di kelurahan Kalampangan Kalimantan Tengah................................................................................ 5 Dampak keberagaman dari orang-orang pendatang non-daerah setempat............................................................................. 8 C. Solusi.......................................................................................................... 10 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................................ 11 B. Saran......................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kepada TUHAN Yang Maha Esa, atas berkat dan limpahnya penulis masih diberikan kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan penulisan Kajian ini dengan Tema Keberagaman guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Reformasi Administrasi Publik. Kami menyadari bahwa Kajian ini masih banyak mempunyai kekurangan, oleh karena itu masukan ataupun kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dinantikan dan diperlukan guna untuk menyempurnakan Kajian ini. Dengan ini saya meminta maaf yang sebesar-besarnya, jika didalam penulisan terdapat kesalahan dalam pemilihan kata, penulisan ataupun pengetikan yang kurang berkenan di hati pembaca sekalian. Demikian semoga Kajian ini dapat bermanfaat. Tim Penulis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang kaya akan keberagaman baik itu suku, agama, ras, dan lain sebagainya. Mengangkat pengertian keberagaman menurut dinas pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia merupakan suatu kondisi di dalam masyarakat yang terdapat banyak perbedaan didalam berbagai bidang baik itu suku, agama, ras, jenis kelamin, dan sebagainya. Negara indonesia juga merupakan suatu negara yang terdiri dari banyak penduduk, jadi tidak menutup kemungkinan peduduk yang tinggal di suatu daerah bisa berpindah-pindah dalam artian melakukan perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lainya dan menetap dalam waktu yang cukup lama, entah itu untuk mencari pekerjaan ataupun sebagainya. Biasanya mereka ini disebut dengan pendatang oleh warga setempat. Kehadiran para pedatang ini memberikan keberagaman disuatu daerah baik itu suku,agama, dan sebagainya. Sebagai contoh seperti judul yang diangkat penulis kali ini yaitu mengenai orang pendatang yang berada di Kalimanatan Tengah. Kalimantan Tengah itu sendiri seperti yang kita ketahui suku aslinya yaitu Suku Dayak, dan memiliki pemahaman filosofi Huma Betang yakni menjunjung tinggi toleransi. Menurut Cahyoko 2008 dalam Suprayitno 2018, provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinai yang heterogen dalam hal etnis. Populasi etnis adalah; Suku Dayak sebanyak orang atau 41,24% terdiri dari 18,2% Dayak Ngaju, Dayak Sampit 9,57%, Dayak Bakumpai 7,51%, Dayak Katingan 3,34% dan Dayak Ma'anyan 2,8%, Banjar 435,756 orang atau 24,2%, orang Jawa dari orang atau 18,06%, Madura orang 2 atau 3,46%, Sunda atau 1,36%, dan sisanya adalah suku Bugis, Betawi, Minangkabau, dan Banten Salah satu Kelurahan yang cukup menarik di Kalimantan Tengah, Khususnya di Kota Palangka Raya adalah Kelurahan Kalampangan. Kelurahan Kalampangan yaitu salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan sabagau, Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Di Kalampangan ini, dari data yang penulis dapat ada cukup banyak sekali populasi orang pedatang, dalam artian bukan suku asli orang Kalimantan Tengah itu sendiri. Menurut data yang di dapat, sebagian besar mengatakan bahwa mereka pergi merantau guna menacari pekerjaan dan mengikuti program dari pemerintah itu sendiri. Kelurahan Kalampangan merupakan sebuah kelurahan yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, berkebun dan mengurus ternak. Kelurahan yang tidak cukup jauh dari pusat kota palangkaraya ini juga dikenal sebagai suatu keluarahan yang sukses dalam transmigrasinya sehingga mampu memberikan dampak baik berupa pemasok sayuran, dan lain sebagainya. Keluaran Kalampangan juga dikenal dengan tempat kebun buah naganya yang banyak, yang merupakan salah satu program pemerintah untuk mebuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. B. Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah dalam kajian ini adalah Bagaimana toleransi keberagaman dikelurahan Kalampangan, Kalimantan Tengah? C. Tujuan Tujuan dari penulisan Kajian ini yaitu guna mengetahui dan mempelajari apa itu keberagaman di Kalimantan Tengah serta mengetahui tanggapan dan dampak yang disebabkan dengan adanya pendatang-pendatang terkhusus dari luar daerah untuk tinggal dalam kurun waktu yang cukup lama. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Landasan Teori Keberagaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat yang terdapat banyak perbedaan dalam berbagai bidang. Terlihat dari suku bangsa, ras, agama keyakinan, ideologi politik, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Menurut kementiran pendidikan dan kebudayaan RI dalam Hubungan etnis adalah bagian dari struktur sosial masyarakat di mana terdiri dari berbagai interaksi sosial yang kompleks. Tentu saja, dalam menjalin interaksi sosial dalam masyarakat majemuk melibatkan berbagai elemen identitas etnis Suprayitno, 2018, Menurut Kamus besar bahasa indonesia keberagaman merupakan suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang terutama bangsa,ras, agaman, ideologi, dan budaya. Thomas M. Scheidel mengungkapkan bahwa komunikasi dilakukan untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang sekitar, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa,berpikir,atau berperilaku seperti yang diinginkan. Menurut Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi efektif menimbulkan hal sebagai berikut 1. Pengertian Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh komunikator. 2. Kesenangan Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ada kala disaat kita tidak mencari keterangan, akan tetapi dilakukan hanya untuk mengupayakan orang lain merasa apa yang disebut analisis 4 transaksional. Komunikasi inilah yangmenjadikan hubungan hangat, akrab, dan menyenangkan. 3. Mempengaruhi sikap Komunikasi paling sering dilakukan untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi persuasif memerlakukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikan. 4. Hubungan sosial yang baik Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Hal itu dikarenakan sebagai makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri, sehingga kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. 5. Tindakan Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang bukan hal yang mudah, tetapi susah lagi ketika ingin mempengaruhi sikap. Namun, jauh lebih susah ketika mendorong orang bertindak. Tingkat ke efektifan komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh komunikan. jurnal komunikasi anatar budaya penduduk pendatang dengan penduduk asli, melti budi srikandi, 2016 Stephen Cole mengatakan dalam suatu hubungan sosial, persepsi dari masing-masing pihak terhadap pihak-pihak lainya sangat berpengaruh terhadapat interaksi sosial yang sedang berlangsung, karena berdasarkan persepsi masing-masing itu mereka saling memberi makna terhadap kehadiran atau keberadaan pihak lain, serta menentukan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lainnya. Toleransi merupakan sikap/sifat menenggang berupa menghargai serta memperbolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri. Menurut Poerwadarminto 1986 184. Sikap dan perilaku toleransi dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, dimanapun kita berada, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, bahkan berbangsa 5 dan bernegara, diantaranya yaitu toleransi agama, toleransi sosial, dan toleransi kultural Lalu, 2010 324. Filosofi Huma Betang adalah realitas subyektif dari kehidupan masyarakat Dayak yang mengandung nilai-nilai kebersamaan, bantuan, egalitarianisme, kekerabatan, konsensus, dan kehidupan dalam masyarakat. Linton Ralph, 200538, masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Menurut Koentjaraningrat, 1996 121 Masyarakat merupakan pola tingkah laku yang menyangkut semua aspek kehidupan dalam batas kesatuan tersebut, yang sifatnya khas, mantap dan berkesinambungan, sehingga menjadi adat-istiadat. Masyarakat lokal diartikan sebagai kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial dengan dua dasar yaitu lokalitas dan perasaan. B. Uraian Materi Toleransi keberagaman di Kelurahan Kalampangan, Kalimantan Tengah Dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2009 pasal 1, ayat 2 menyebutkan transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dan ayat 3 mengatakan bahwa Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke kawasan transmigrasi. Interaksi dalam masyarakat sangat diperlukan terutama bagi masyarakat pendatang transmigran dan masyarakat asli agar terjadi proses pembauran. Agar proses tersebut dapat tercapai maka masing-masing anggota masyarakat harus memiliki sikap toleransi, keterbukaan, dan saling menghargai satu sama lain. Toleransi adalah sikap/sifat menenggang berupa menghargai serta memperbolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri Poerwadarminto 1986 184. Sikap dan perilaku toleransi dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, dimanapun kita berada, baik 6 di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara, diantaranya yaitu toleransi agama, toleransi sosial, dan toleransi kultural Lalu, 2010 324. Di dalam uraian materi ini disini penulis juga memberikan ulasan mengenai lokasi dan tempat yang penulis angkat. Secara garis besar disini saya mengambil daerah palangkaraya, yakni pada kawasan kelurahan Kalampangan dikecamatan sabagau, Provinsi Kalimantan Tengah. Kalampangan merupakan daerah dengan luas kawasan 46,25 Km2 dengan jumlah penduduk dan memiliki kepadatan 84,54 perKm2 bps kota pangkaraya 2015/ Disini penulis sangat tertarik dengan potensi yang disebabkan oleh sebagian besar dari dampak keberagaman yang disebabkan oleh pendatang-pendatang dari luar daerah. Mengutip dari laporan potrait kinerja TPS3R dalam yang mengatakan bahwa daerah kelurahan Kalampangan merupakan areal penduduk transmigarasi yang berhasil, dimana wilayah ini penduduknya bermata pencaharian dengan bertani dan ternak. Menurut pandangan dari penulis, interaksi antara warga setempat dengan para pendatang atau transmigran ini bisa dikatakan cukup baik dalam artian masyarakat setempat mampu menerima dan bekerja sama dalam membangun wilayah tersebut. Sebagai contoh yang bersumber dari Akhmad Tamanuruddin 58 adalah potret transmigran tangguh dan petani yang tak henti bereksperimen. Lahan marjinal di kelurahan Kalampangan, kecamatan Sabagau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah ia rombak menjadi lebih produktif. Para peneliti, kalangan perbankan dan lembaga penelitian-pun berdatangan menemui beliau. Mereka meminta Tamanuruddin, yang akrab disapa Taman, untuk berbagi metode bercocok tanam dan mempercaainya untuk mengerjakan proyek penelitian dan menjadikan lahannya sebagai tempat percontohan budidaya varietas-varietas unggulan untuk meningkatkan pendapatan para petani. Dari contoh tersebut dapat kita simpulkan bahwa didalam keberagaman peran para pendatang juga cukup berpengaruh terhadap kondisi suatu daerah tersebut, pemahaman mengenai filosofi Huma Betang juga harus benar-benar bisa dipelajari dan diterapkan di kehidupan sosial 7 agara terciptanya kedamaian dan kerukunan serta tercapainya tujuan bersama. Menurut Faishal Pramana Indra Kusuma dalam Filosofi Huma Betang diantaranya adalah 1. Hidup rukun dan damai walaupun terdapat banyak perbedaan Huma Betang dihuni oleh 1 keluarga besar yang terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan, namun mereka selalu hidup rukun dan damai. Perbedaan yang ada tidak dijadikan alat pemecah diantara mereka. Seiring dengan berkembangnya zaman , masyarakat Dayak sudah mulai meninggalkan rumah adatnya dan beralih kepada tempat tinggal yang lebih modern. Walaupun demikian keharmonisan tidak hanya terjadi di Huma Betang. Seluruh masyarakat Kalimantan Tengah selalu menjaga keharmonisan itu dengan cara saling hormat menghormati dan juga sikap toleransi. 2. Bergotong Royong Perbedaan yang ada tidak membuat penghuni Huma betang memikirkan kelompoknya sendiri. Mereka slalu bahu-membahu dalam melakukan sesuatu, misalnya apabila ada kerusakan di Huma Betang . mereka bersama-sama memperbaikinya , tidak memandang agama ataupun suku. Tidak hanya di Huma Betang, Seluruh masyarakat Kalimantan Tengah diharapkan juga bahu-membahu dalam membangun daerahnya tidak memandang suku bahkan agama. 3. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan kekeluargaan Pada dasarnya setiap penghuni rumah menginginkan kedamaian dan kekeluargaan. Apabila ada perselisihan akan di cari pemecahnya dengan cara damai dan kekeluargaan. Begitu pula di Huma Betang , masyarakat Dayak cinta damai dan mempunyai rasa kekeluargaan yang tinggi. Peristiwa kerusuhan Sampit tahun 2001 lalu adalah masa kelam provinsi ini , dalam kerusuhan ini terjadi antara masyarakat suku Dayak dan Masyarakat suku pendatang dari pulau Jawa yaitu suku Madura. Perselisihan yang ada sempat membuat provinsi ini tidak aman, perkelahian dimana-mana , termasuk peristiwa pembantaian. Perselisihan terjadi sangat alot, sampai 8 saat perdamaianpun tiba. Demi kedamaian juga keamanan Kal-Teng mereka bersedia berdamai. 4. Menghormati Leluhur Setelah masuknya agama-agama baru seperti Hindu, Kristen, dan Islam, banyak masyarakat Dayak berganti kepercayaan. Walaupun demikian masih ada sebagian dari mereka yang menganut agama nenek moyang yaitu Kaharingan. Untuk menghormati leluhur mereka , masyarakat suku Dayak melakukan upacara adat. Upacara adat tersebut terdiri dari ritual membongkar makam leluhur dan membersihkan tulang belulangnya untuk kemudian disimpan di dalam sanding yang telah dibuat bersama-sama. Dampak Keberagaman dari Orang-Orang Pendatang Non-Daerah Setempat Berbicara soal dampak, tentu saja akan mengacu pada dampak positif dan dampak negatif. Melalui adanya program tarnsmigrasi hendaknya diharapkan tumbuhnya kerjasama yang saling menguntungkan antara masyarakat pendatang atau transmigran dengam masyarakat yang berda di sekitar lokasi permukiman transmigrasi atau masyarakat lokal. Sebagai suatu program dari pemerintah transmigrasi ini dilakukan guna meningkatkan penyebaran penduduk, dan tenaga kerja serta berperan dalam pembangunan dan pengembangan suatu daerah sehingga berdampak kepada taraf hidup mayarakat disitu. Berikut dampak yang dihasilakan menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009 1. Mobilitas penduduk 2. Pertemuan antar budaya 3. Adanya pembinaan 4. Meningkatkan kesejahteraan 5. Proses percepatan pembangunan Adapun dampak yang penulis simpulkan dari data yang terjadi di kelurahan Kalampangan yaitu sebagai berikut 1. Adanya perkembangan penduduk 9 Perkembangan yang menuju dari segi jumlah dan keragaman pada daerah Kalampangan 2. Menambah laju pertumbuhan perekonomian di wilayah Kalampangan Para pendatang/transmigran dan masyarakat lokal mampu meciptakan kolaborasi dan kerjasama dalam pembangunan perekonomian diKalampangan salah satunya melalui bidang pertanian, perternakan, dan perkebunan 3. Adanya percepatan pembangunan Pembangunan akan lebih diprioritaskan pada wilayah yang memiliki banyak penduduk karena menyangkut kepentingan orang banyak. 4. Multikultural penduduk Adanya keberagaman baik itu dari segi budaya, agama, suku ataupu ras pada suatu daerah yakni seperti di kelurahan Kalampangan. 5. Terciptanya hubungan antar sesama Keberagaman atau masyarakat yang multikultural ini sekiranya mampu membangun hubungan antar sesama warga negara indonesia. 6. Adanya kolaborasi anatara penduduk asli dan penduduk pendatang Masyarakat asli atau lokal mampu bekerjasama dengan masyarakat pendatang atau transmigran dalam membangun daerah yang mereka tempati, baik itu perekonomian,dsb. 7. Penyebaran penduduk yang merata Melalui program transmigrasi oleh pemerintah sekiranya mampu mengisi daerah-daerah yang minim penduduk sehingga peyebaran penduduk indonesia pun bisa merata disetiap daerah. 10 C. Solusi Solusi dari berberapa studi dan pengalaman dilapangan, minim kemungkinan suatu saat tidak akan terjadi konflik disuatu daerah baik itu antara masyarakat lokal dan pendatang, entah itu karena kecumburuan sosial ataupun masalah lainnya. Namun guna mengantisipasi hal ini terjadi atau meminimalisirkan hendaknya sebagai sesama manusia untuk saling menghargai sesama dan menjalin interaksi dengan baik, agar terciptanya kedamaian dan kerukunan antar sesama warga indonesia. filosofi huma betang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan harus lebih ditanamam ke dalam pribadi masing-masing masyarakat dan bisa diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan sosial yang nyata, baik itu melalui program pemerintah ataupun swasta. Melakukan bimbingan-bimbingan, baik itu yang dilakukan oleh pemerintah ataupun swata guna untuk memberikan modal dan pemahaman kepada masayarakat tentang pentingnya keberagaman. 11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Filosofi huma betang merupakan salah satu dasar bagi orang dayak dalam menjalin hubungan sosial dimana memiliki pemahaman asas kebersamaan baik itu dengan sesama ataupun orang lain. Sebagai masyarakat yang beragam sulit pula dikatakan akan minim konflik, namun hal ini bisa diminimalisir dengan adanya interaksi dan komunikasi sosial yang baik baik itu antara masyarakat lokal ataupun masyarakat pendatang. Sebagai contoh dampak keberagaman dari para pendatang yang bersifat positif dapat kita lihat pada kelurahan Kalampangan, dimana masyarakat pendatang dan masyarakat lokal dapat berkolaborasi untuk membangun daerah setempat, baik itu melalui sektor pertanian, perternakan dan sebagainya. B. Saran Keberagaman adalah salah satu bagian besar bagi indonesia dimana masyarakat indonesia yang terkenal akan multikulturalnya baik itu agama, suku, budaya dan ras, saran dari penulis yaitu perkuat pemahaman akan jiwa nasionalisme sehingga akan sangat membantu dalam memahami dan menghargai antar sesama ataupun orang lain dan tidak memunculkan perpecahan ataupun pertikaian. Ada sebuah pepatah yang mengatakan “dimana kaki berpijak disitu langit dijunjung” hal ini memiliki arti dimanapun kita berda hendaknya kita juga saling menghargai lingkungan dimana kita berda, dalam artian saling menghormati jangan semena-mena meskipun kita memiliki jabatan ataupun pangkat. Dengan saling menghargai dan tidak mengambil hak orang lain, maka kehidupan bermasyarakat pun akan tentarm dan damai. 12 Bagi masyarakat lokal pun hendaknya mampu menjalin kerjasama yang menguntungkan sehingga mengahsilkan inovasi untuk membangun daerah secra bersam-sama dan saling mengahrgai adalah poin utamanya meskipun masyarakat lokal, setidaknya jangan semena-mena akan orang lain kapan perlu ajak untuk bersama berkolaborasi untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama. Jika suatu saat terjadi suatu konflik ataupun sebagainya hendaknya dirundingkan secara kekeluargaan terlebih dahulu. 13 Daftar Pustaka Suprayitno, S., Putri, Triyani, T. 2019. Strategy on the National Unity and Politics Agency KESBANGPOL in Maintaining Ethnicity and Religions Relations Based on Huma Betang Philosophy in Central Kalimantan. Budapest Internasional Research and Critics Institute-Journal Birci-Journal. 24. 229-238. DOI 3469 Sulistyorini, Gusti Budjang A, Supriadi 2016 Analisis Pola Interaksi Sosial Dalam Bentuk Toleransi Antara Masyarakat Transmigrasi Dan Masyarakat Asli Melati Budi Srikandi, Pawito 2016 Komunikasi Antar Budaya Penduduk Pendatang Dengan Penduduk Asli Studi Kasus Di Dusun Wanasari Kota Denpasar Provinsi Bali Maulida Eka 2018, Sistem Sosial Masyarakat Pendatang Dengan Masyarakat Tempatan Studi Di Kampung Pondok Baru Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Anita Ping, Martinus Nanang, Sabiruddin 2018 Bentuk Komunikasi Masyarakat Pendatang Dengan Masyarakat Lokal Dalam Proses Adaptasi Antar Budaya, eJournal Ilmu Komunikasi, 2018, Volume 6 No 4 83-96 ISSN 2502-5961 Cetak, ISSN 2502-597 Online, © Copyright 2018 Akhmad Fauzi Sofyan, 2013 Pengaruh Transmigrasi Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Tepian Makmur Kecamatan Rantau Pulung Kabupaten Kutai Timur. eJournal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 3 1167-1180 ISSN 2338-3615, © Copyright 2013 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this population in Central Kalimantan is plural, both in terms of ethnicity and religion. The indigenous people are Dayaks, but other ethnic groups also live side by side and become part of the people of Central Kalimantan such as Banjar, Javanese, Bugis, Madurese, Batak, Chinese, and so on. Those ethnics currently live in Central Kalimantan. Also, the followers of the religion, such as Muslims, Christians, Catholics, Hindus, Buddhists, and Kaharingan are developing rapidly in Central Kalimantan. The plurality of ethnicity relations has the potential for conflict because the differences in tradition and culture become cultural boundaries which become boundaries among the communities. In 2001 ago, Central Kalimantan Province had experienced a dark period of riots under the ethnicity reason in Sampit, Kotawaringin Timur Regency. The National Unity, Politics and Community Protection Agency Kesbangpol is an office in Central Kalimantan Province which the main task is the development of the values of nationalism and conflict management. Then, the particular study aims to analyze the strategies of Kesbangpol in maintaining harmony among religious & ethnic groups in Central Kalimantan based on Huma Betang Philosophy. Jakarta - Kurang lebih 1400 tahun yang lalu di Madinah, -kota sehat menurut WHO-, disepakati Piagam Madinah. Ini adalah sebuah dokumen perjanjian tertulis yang diprakarsai Nabi Muhammad SAW dan para sahabat untuk mempersatukan beberapa golongan yang ada di Madinah saat Piagam Madinah, antara lain menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat; tentang keselamatan harta-benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Isi Piagam Madinah hingga kini masih sering dikutip, baik dalam membuat sebuah naskah peraturan atau pun saat seorang tokoh berpidato. Pada 27 sampai 28 Januari 2020 lalu misalnya, Konferensi Internasional Al-Azhar mengutip Piagam Madinah dalam salah satu rumusannya. "Negara menurut pandangan Islam adalah negara bangsa modern yang demokratis konstitusional. Al-Azhar-diwakili oleh para ulama kaum Muslim hari ini-menetapkan bahwa Islam tidak mengenal apa yang disebut dengan negara agama teokratis karena tidak memiliki dalil dari khazanah pemikiran kita. Ini dipahami secara tegas dari Piagam Madinah dan praktek pemerintahan Rasul serta para khalifah rasyidin setelah beliau yang riwayatnya sampai kepada kita. Para ulama Islam, di samping menolak konsep negara agama, mereka juga menolak negara yang mengingkari agama dan menghalangi fungsinya dalam mengarahkan manusia." Demikian isi rumusan nomor 12 dari Konferensi Internasional Al-Azhar yang dikutip Tim Hikmah dari laman Kementerian Agama, Rabu 27 Januari dan Tujuan Piagam MadinahKetika Nabi Muhammad SAW dan umat Islam tiba di Madinah, di wilayah itu sudah tinggal beberapa golongan. Mereka antara lain Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, orang-orang musyrik dari sisa-sisa Aus dan Khazraj, orang-orang Yahudi Banu Qainuqa di sebelah dalam, Banu Quraiza di Fadak, Banu'n-Nadzir tidak jauh dari sana dan Yahudi Khaibar di kaum Muhajirin dan Anshar sudah ada solidaritas sebagai sesama muslim. Namun untuk golongan Aus dan Khazraj ini sangat rentan sekali terjadi konflik. Maka untuk menghentikan potensi konflik antar Bani Aus dan Bani Khazraj, juga dengan golongan lain, Nabi Muhammad SAW setelah berdiskusi dengan Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab dan sejumlah sahabat membuat sebuah dokumen perjanjian tertulis. Dalam dokumen yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah itu ditetapkan sejumlah hak dan kewajiban kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas komunitas lain di Isi Piagam Madinah?Sejumlah referensi menyebutkan Piagam Madinah dibuat sekitar tahun 622 Masehi di awal-awal Nabi Muhammad SAW dan umat Islam tiba di Madinah, yang sebelumnya dikenal sebagai Yatsrib. Berikut ini isi Piagam Madinah yang redaksinya dikutip dari Buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain MadinahDengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Surat Perjanjian ini dari Muhammad-Nabi, antara orang=orang beriman dan kaum muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib Madinah serta mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka bahwa mereka adalah satu umat, di luar golongan orang lainKaum muhajirin dari kalangan Quraisy adalah tetap menurut adat kebiasaan baik yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang Piagam Madinah berikutnya, KLIK HALAMAN SELANJUTNYA UNTUK MEMBACA

masyarakat madinah sebagian besar adalah para pendatang dari